Sabtu, Juni 21, 2008

Satu Tubuh


Kejadian 2 : 24 : Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.

Banyak aya-ayat yang menyinggung tentang pernikahan dan keluarga, tapi sayang buku kondordansiku tertinggal dirumah, jadi maap ya kalo mungkin "khotbah" saya kurang memuaskan.
Oke lets to the point....
Maksud dari ayat diatas adalah seorang pria dan wanita setelah dipersatukan dalam pernikahan maka mereka adalah "Satu", bukan lagi sendiri-sendiri, seperti halnya tubuh dengan bagian-bagiannya yang lengkap. Pria sebagai kepala, dan wanita sebagai tubuhnya. Kepala tanpa tubuh kan berarti...hiiiiii...demit kali', dan sebaliknya tubuh tanpa kepala juga syereeeemmm.
Laki-laki yang sudah berkeluarga berarti dia tidak bergantung lagi pada orang tuanya, karena dia sudah menjadi kepala rumah tangga, dan istripun harus mengikutinya kemana "si Kepala" pergi. Karena memang demikian dalam Firman Tuhan kan? Entahkah pergi menetap dengan ortu si Pria atau sebaliknya menetap dengan ortu si Wanita, atau hidup menyendiri? Juga tak jadi masalah. Selama sang Pasutri(Pasangan Suami Istri) enjoy-enjoy aja, tapi tentunya juga dengan keputusan mana yang ingin diambil dan semuanya berjalan dengan oke-oke saja, tanpa ada paksaan.

But...ada satu hal yang banyak dilupakan nih sama Pasutri-pasutri, bahkan hal ini juga dialami oleh salah satu keluargaku (Wah...dikit-dikit curhat nih), but namanya manusia pasti ada yang "luput" yah, and masih perlu banyak belajar.
Gini...kadang setelah kita berkeluarga, kita lupa bahwa kita sebagai Pasangan Suami Istri adalah "SATU", lalu bagaimana dengan realita kehidupan yang sebenarnya terjadi?
Sebagai contoh, saya ambil dari problem nyata yang pernah saya temui sampai "saat ini". Ada sebuah keluarga dengan penghasilan yang lebih cukup dalam hal perekonomian, si Suami bekerja seperti halnya kodratnya sebagai manusia dan si Istri sebagai Ibu Rumah Tangga. Si Istri adalah anak bungsu dari 3 bersaudara, ke-2 saudaranya adalah laki-laki semua dengan tingkat perekonomian yang sangat sederhana.Masalah terjadi ketika kehidupan perekonomian orang tua si Istri(mertua si suami) dalam keadaan memprihatinkan, sedangkan dua kakak si Istri tidak bisa berbuat apa-apa karena memang sama-sama hidup dalam keadaan pas-pasan jadi tidak bisa membantu sama sekali. Nah, sekarang ketika si Istri ingin membantu kedua orang tuanya, si Suami marah karena menurutnya itu adalah kewajiban kakak tertua si Istri sebagai anak. Nah terus bagaimana...??
Wah...mungkin itu saja sedikit contoh dari saya, maaf kalo saya tidak pandai dalam hal bercerita dan berkotbah hue..he..he...namanya juga belajar,euy.
Oke kita lanjutkan. Cerita diatas adalah salah satu dari kisah nyata yang terjadi di lingkungan sehari-hari kita. Memang untuk menyesuaikan kondisi perasaan kita dengan "lingkungan baru" sebagai satu keluarga itu sangat tidak mudah(karena itu memang aku alami sendiri). Disini untuk diingat adalah kita adalah "SATU DAGING", berarti kalo orang tuamu berarti ya orang tuaku, saudaramu berarti ya saudaraku. Jika mertuamu sedang "bermasalah" berarti itu merupakan juga tanggung jawabmu sebagai anak, meskipun dia bukan orang tuamu secara 'biologis'. Karena kalian adalah "SATU".
Kasihilah mertua selayaknya anda mengasihi dan mencintai orang tuamu.

0 komentar: